Friday, December 28, 2007

Vaginismus

Kasus di atas, merupakan salah satu masalah disfungsi seksual yang bukan disebabkan gangguan atau penyakit organik. Namun merupakan gangguan individu tidak mampu berperan serta dalam hubungan seksual seperti yang diharapkan. Hal ini disebut vaginismus.

Menurut Dr. Jusni Ichsan Solichin, Vaginismus merupakan berkontraksinya otot-otot vagina sepertiga distal yang tidak dapat dikuasai akibat dari keinginan wanita yang tak disadari untuk mencegah terjadinya penetrasi. Akibatnya menyebabkan tertutupnya pembukaan vagina sehingga penetrasi menjadi tidak mungkin terjadi dan timbul rasa nyeri.

Sebagian besar penderita vaginismus sangat merasa ketakutan untuk melakukan aktivitas seksual, meskipun mereka tidak mengalami gangguan dalam gairah seksual. Lubrikasi vagina normal, aktivitas seksual tanpa hubungan seksual dapat berfungsi dengan baik, artinya dapat memperoleh kepuasan bahkan mendapatkan orgasme.

Wanita penderita vaginismus secara sadar mengharapkan untuk dapat melakukan hubungan seksual, tetapi di bawah sadarnya menghalangi terjadinya penetrasi. Biasanya vaginismus terjadi akibat dari perkawinan yang tak diinginkan. Atau karena terlalu percaya dengan mitos-mitos negatif yang didengar sebelum menikah.

Misal mitos tentang hubungan seks pertama akan berdarah dan sakit. Mempercayainya akan berdampak negatif. Sang istri sangat takut melakukan hubungan seks. Padahal, si istri punya gairah bercinta dan dapat mencapai orgasme tanpa berhubungan seks. Buktinya sebagian wanita yang mengalami vaginismus menikmati orgasme klitoris.

Vaginismus dapat pula terjadi pada saat seseorang menjalani pemeriksaan ginekologis, yaitu ketika pemasangan spekulum (alat cocor bebek) ke dalam vagina.

Psikologis

Menurut Jusni, vaginismus merupakan reaksi yang dipelajari dan tersimpan dalam memori. Seringkali akibat dari dyspareunia (perasaan sakit pada waktu hubungan seksual) pertama. Bahkan setelah penyebab dyspareunia teratasi, ingatan akan rasa sakit hubungan seks dapat menyebabkan vaginismus.

"Penyebab psikologis juga bisa terjadi. Seperti sewaktu kecil pernah mau diperkosa, atau melihat orang tua melakukan hubungan seksual yang menciptakan persepsi ibu dianiaya suami," ujar dokter yang menangani masalah berkaitan dengan seks ini.

Wanita dengan konflik psikoseksual bisa terperangkap dalam problem vaginismus. Mereka menganggap penis adalah suatu alat atau senjata yang berbahaya karena dapat menimbulkan kerusakan dan luka pada dirinya. Nyeri atau antisipasi terhadap rasa nyeri pada pengalaman pertama hubungan seksual dapat pula menjadi penyebab terjadinya vaginismus.

Wanita yang memiliki masalah dengan pasangan hidupnya, seperti wanita yang mengalami penganiayaan emotional (emotional abuse) oleh pasangannya, juga bersiko mengalami hal yang sama. Ini biasanya muncul yaitu sebagai protes secara nonverbal terhadap pasangannya.

Vaginismus juga dapat muncul karena takut hamil, takut dikuasai laki-laki, takut kehilangan kendali atau takut merasa sakit saat penetrasi akibat konsep salah bahwa hubungan seksual adalah tindak kekerasan. Jika penyebabnya demikian, vaginismus digolongan primer atau terjadi sepanjang hidup.

Penanganan Holistik

Mengatasi masalah vaginismus dlperlukan upaya komunikasi yang baik dengan yang wanita mengalaminya. Sedapat mungkin suami menjelaskan pada istri bahwa hubungan seks yang mereka lakukan bukanlah suatu aktivitas yang menyakitkan. Bila cara ini tak berhasil, gunakan pihak ketiga. Ajaklah istri mengkonsultasi masalah ini pada ahlinya. Pada kasus yang cukup berat, mungkin dibutuhkan penanganan secara holistik sesuai dengan situasi dan kondisi pasien. Intinya, vaginismus jangan dibiarkan berlarut-larut, karena berpotensi mengancam keharmonisan dan keutuhan rumah tangga.
Sumber: human health

No comments: