Biasakan Mengonsumsi Beras Merah
Beras merah telah dikenal sejak tahun 2800 SM. Oleh para tabib saat itu benda ini dipercaya memiliki nilai-nilai medis yang dapat memulihkan kembali rasa tenang dan damai. Banyak penulis di Asia Timur masa dahulu mengatakan bahwa beras merah merupakan jenis makanan yang dapat menyembuhkan penyakit lantaran keseimbangan alamiahnya. Pada masa kini, para ahli makrobiotik telah pula menyatakan persetujuannya.
Meski, dibandingkan dengan beras putih, kandungan karbohidrat beras merah lebih rendah (78,9 gr : 75,7 gr), tetapi hasil analisis Nio (1992) menunjukkan nilai energi yang dihasilkan beras merah justru di atas beras putih (349 kal : 353 kal).
Selain lebih kaya protein (6,8 gr : 8,2 gr), hal tersebut mungkin disebabkan kandungan kandungan tiaminnya yang lebih tinggi (0,12 mg : 0,31 mg). Tiamin (kecukupan yang dianjurkan untuk dewasa pria usia 20-59 tahun 1,2 mg per hari, sedangkan untuk wanita 1 mg per hari) berfungsi sebagai koenzim berbagai reaksi metabolisme energi, untuk dekarboksilasi oksidatif piruvat menjadi asetil KoA dan memungkinkan masuknya substrat yang dapat dioksidasi ke dalam siklus krebs guna pembentukan energi.
Kekurangan tiamin bisa mengganggu sistem saraf dan jantung, dalam keadaan berat dinamakan beri-beri, dengan gejala awal nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, sembelit, mudah lelah, semutan, jantung berdebar, dan refleks berkurang.
Unsur gizi lain yang diperkirakan juga berpengaruh pada pendongkrakan energi beras merah adalah fosfor (243 mg per 100 gr bahan). Kecukupan yang dianjurkan untuk pria usia 20-45 tahun adalah 500 mg per hari, sedangkan untuk wanita 450 mg per hari). Melalui proses fosforilasi, fosfor mengaktifkan berbagai enzim dan vitamin B dalam pengalihan energi pada metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.
Boleh jadi lantaran kemampuannya itu pula kenapa Dr Morton Walker dan Joan Walker, penulis Sexual Nutrition: The Lover’s Diet, mengindikasikan pria yang "setengah hati" berhubungan seksual, kurang mampu "mengangkat senjata" atau mengalami penurunan "semangat juang" maupun loyo di tengah "medan perang", sebagai pria yang kekurangan fosfor, sebab tidak cukup banyak karbohidrat, lemak, dan protein yang bisa diurainya menjadi energi.
Akibat lain kekurangannya adalah minimnya produksi hormon seks laki-laki, testoteron. Cairan reproduksi laki-laki sebagian besar berisi lesitin. Kemampuan seksual bisa melorot jika jumlah lesitin merosot. Lesitin sendiri merupakan hasil kerja bareng antara fosfor, nitrogen, asam lemak, dan gliserol.
Menghindarkan kanker
Tahun 1992, Mindy Hermann RD, lewat artikel berjudul Minerals: from B to Z, mengendus zat lain yang juga bisa dijagokan darinya, namanya selenium, sebanyak 39 ug per 100 g bahan (kecukupan yang dianjurkan untuk laki-laki usia 16 tahun ke atas adalah 70 ug per hari, sementara untuk wanita dengan rentang usia yang sama, tidak hamil dan tak menyusui, 50-55 ug per hari).
Selenium merupakan elemen kelumit (trace element) yang merupakan bagian esensial dari enzim glutation peroksidase. Enzim ini berperan sebagai katalisator dalam pemecahan peroksida menjadi ikatan yang tidak bersifat toksik-peroksida dapat berubah menjadi radikal bebas yang mampu mengoksidasi asam lemak tidak jenuh dalam membran sel hingga merusak membran tersebut, menyebabkan kanker, dan penyakit degeneratif lainnya.
Karena kemampuannya itulah banyak pakar mengatakan bahan ini mempunyai potensi untuk mencegah penyakit kanker dan penyakit degeneratif lain.
Studi selama sepuluh tahun yang "dikomandani" the Arizona Cancer Center terhadap 1.312 laki-laki dan perempuan dengan riwayat kanker kulit, setengahnya diberi suplemen selenium sebanyak 200 ug sehari dan setengahnya lagi diberi plasebo mendapatkan, meski belum terbukti kemanjurannya menjaga subyek dari mendapat kanker kulit baru, mineral ini diketahui bisa melindungi mereka dari beberapa tipe kanker lainnya. Partisipan yang diberi suplemen selenium memiliki 63 persen, 58 persen, dan 46 persen kemungkinan lebih rendah mendapat kanker prostat, kolorektal, serta paru-paru dibanding mereka yang disuguhi placebo.
Hasil tersebut memperkuat asumsi sebelumnya. Survei geografi memperlihatkan, pada sebagian wilayah Amerika, di mana kandungan tanahnya miskin selenium, angka kejadian kanker 10 persen lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain yang kandungan tanahnya kaya selenium. Beberapa studi pada binatang telah memperlihatkan pula bahwa pemberian mineral ini dapat mencegah binatang tersebut dari terkaman kanker.
Tapi kehebatan selenium tidak cuma itu. Hasil Pengamatan pada pasien yang mendapat makanan parenteral total- umumnya tidak mengandung selenium-sampai terjadi penurunan aktivitas glutation peroksidase, "terintip" munculnya kesan lemah, sakit pada otot-otot hingga kardiomiopati.
Sementara hasil penelitian yang dilakukan para ahli US Departement of Agriculture, yang melakukan pengetesan pada beberapa wanita di New Zealand (di wilayah yang tanahnya memiliki kandungan selenium rendah) yang diberi suplemen selenium secara bervariasi selama enam bulan, menemukan, pada mereka yang diberi selenium 400 ug sehari memperlihatkan kemajuan yang signifikan berkaitan dengan mood dan level energi mereka dibanding wanita yang tidak diberi atau diberi dengan kadar lebih rendah.
Selain itu, diungkapkan Wirjatmadi (2002), yang pernah melakukan pemeriksaan pada penderita gondok di Kabupaten Ngawi, selenium juga bisa berkaitan dengan gondok. Mineral ini berguna dalam proses pembentukan T3 (triiodotironin) dan T4 (tetraiodotironin), yang memiliki fungsi utama mengatur pertumbuhan dan perkembangan.
Rendahnya kadar selenium akan memengaruhi pembentukan T3 dan T4, yang bila berlangsung lama akan menyebabkan rendahnya pembentukan thyroxin dan memunculkan, salah satunya, gondok.
No comments:
Post a Comment