Friday, December 28, 2007

Resiko memakai celana ketat

Sambil memikirkan apakah hip style cocok untuk gaya berbusana Anda, sebaiknya pertimbangkan juga kabar terakhir dari seberang lautan.

Dr. Malvinder Parmar dari Timmins & District Hospital, Ontario, Kanada, baru-baru ini menyatakan, celana ketat sepinggul berpeluang menimbulkan penyakit paresthesia. Istilah paresthesia sendiri, menurut Kamus Kedokteran Dorland, berarti perasaan sakit atau abnormal seperti kesemutan, rasa panas seperti terbakar dan sejenisnya.

Dalam tulisannya di Canadian Medical Association Journal, Parmar mengaku, setahun terakhir ini kedatangan cukup banyak pasien yang bisa dikategorikan sebagai korban paresthesia. Dia sudah mengobati sedikitnya tiga wanita berusia 22 - 35 tahun yang mengeluhkan rasa panas dan gatal di sekitar paha. Gangguan saraf ringan itu terjadi lantaran mereka suka sekali memakai celana ketat sebatas pinggul, setidaknya dalam enam bulan terakhir.

"Mereka mengalami gejala yang sama, gatal dan panas serta kulit di sekitar paha menjadi lunak," kata Parmar. Walaupun kerusakan saraf itu tidak masuk kategori serius, hal itu cukup mengganggu aktivitas korbannya. Hasil penelitian Parmar menunjukkan, kelainan itu menjadi permanen selama celana ketat sepinggul melilit di tubuh. Itu sebabnya Parmar menyarankan menjauhi segala macam pakaian ketat selama terapi.

Resep puasa seksi itu terbukti manjur. Setelah enam minggu mengubah gaya pakaian, pasien-pasien mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Namun, dia tak bisa menjamin para korban mode ini tak akan mengalami gangguan serupa jika kembali tergoda ber-hip style. Apa kalau pakaian itu dikenakan dalam waktu lama, entah karena tuntutan profesi maupun hobi. "Saya sarankan, sebaiknya tinggalkan pakaian sepinggul. Pakailah yang longgar-longgar atau baju terusan saja", sambung Parmar.

Pendapat ahli medis bule itu diamini tenaga medis lokal Dr. Andradi Suryamiharia Sp.S(K), spesialis saraf yang sehari-harinya bertugas di RSUPN Cipto Mangun Kusumo, Jakarta. Menurut staf pengajar FK-UI itu, sebagai gangguan saraf, paresthesia gampang dikenali dan dua gejalanya kesemutan dan lama-kelamaan berubah menjadi mati rasa.

Kesemutan terjadi lantaran terganggunya saraf tepi, yakni saraf yang berada di luar jaringan otak di sekujur tubuh. Umumnya karena tertekan, infeksi, maupun gangguan metabolisme.

"Sebetulnya, ini gejala yang biasa kita rasakan sehari-hari. Misalnya, saat duduk atau menekuk kaki terlalu lama, saraf dan aliran darah pasti terganggu. Mirip kabel listrik yang tertekan, aliran setrumnya kan enggak lancar," ujar Andradi. Nah, pemakai celana ketat sepinggul yang ingin terus-menerus tampil seksi, berpeluang mengalami gangguan saraf, karena jepitan sementara tadi. Memang, saraf tak sampai putus, tapi yakinlah, penderitanya bakal sangat terganggu.

Ancaman Jamur

Selain paresthesia, penggila berat pakaian ketat juga kudu mempertimbangkan faktor kesehatan kulit. Pasalnya, gangguan saraf masih bisa sembuh tanpa meninggalkan bekas, tapi iritasi dan eksim. Weleh-weleh, percuma punya bodi sintal kalau dalemnya belang-belang.

Versi Dr. Kusmarinah Bramono SpKK, spesialis kulit dan kelamin RSCM, pada dasamya semua jenis pakaian ketat berpotensi menimbulkan tiga macam gangguan kulit. Apakah itu sebatas pinggul maupun di atas pinggul.

Pertama, masalah kelembapan yang memungkinkan jamur subur berkembang biak. Belakangan ini, pasien korban jamur yang berobat ke Klinik Kulit dan Kelamin RSCM meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sepanjang tahun 2002, sekitar 35% pasien terbukti kena serangan jamur. Usia mereka berkisar 15 - 45 tahun. Meski tak semuanya berhubungan dengan kebiasaan berbusana, tetapi kecenderungan meningkatnya jamur sebagai sumber penyakit kulit mesti diwaspadai.

Idealnya, di negara tropis seperti Indonesia, pakaian ketat atau terlalu tebal memang kudu dihindari. Kulit jadi kurang ruang untuk "bernapas?, sementara cairan yang keluar dari dari tubuh lumayan banyak. Akibatnya, permukaan kulit menjadi lembap. Kalau tak diimbangi busana yang tepat, jamur akan lebih mudah beranak pinak. Yang banyak ditemui adalah jamur panu (bercak putih, cokelat, atau kemerahan), jamur kurap dengan bintik menonjol gatal, serta jamur kandida yang basah dan gatal.

Berbekas Hitam

Setelah kelembapan, kontak langsung antara kulit dengan benda asing juga memungkinkan terjadinya iritasi. Salah satu penyakit kulit yang masuk golongan ini adalah dermatitis kontak.

Sesuai namanya, gejala gatal dan beruntusan yang menjadi trade mark sang dermatitis hanya muncul bila terjadi gesekan antara kulit dengan benda dan luar tubuh.

Benda asing yang berpotensi gesek tinggi tak cuma benda keras, semisal perhiasan, jam tangan, atau ikat pinggang. Busana sehari-hari, jika terlalu ketat menempel di tubuh, atau terbuat dari bahan berkontur kasar, juga dapat memicu luka.

"Gampangnya, lihat saja pasien yang harus lama berbaring di tempat tidur. Kalau perawatnya kurang telaten bagian belakang tubuh si pasien biasanya agak memerah dan lecet", bilang Andradi.

Sedangkan celana ketat terutama berpengaruh pada kondisi kulit di sela-sela paha. Awalnya mungkin cuma radang ringan. Tapi, kalau prosesnya berlangsung lama, bisa menimbulkan bercak hitam di pangkal paha," kata Kusmarinah Bramono. Jika si pemilik tubuh insaf dan menjauhkan diri dari busana ketat, warna hitam tadi mungkin saja berkurang atau hilang sama sekali. Namun, Kusmarinah mengingatkan, proses menghilangkan noda hitam itu tak bisa dilakukan secepat membalik telapak tangan.

"Tidak bisa dipercepat, memakai krem pemutih sekali pun," cetusnya. Soalnya, produk pemutih yang kini banyak beredar di pasar lebih berfungsi sebagai pencegah terbentuknya pigmen atau zat pewarna kulit yang baru. Jadi, sama sekali bukan penghilang noda. Bila pigmen masih berada di lapisan tanduk atau lapisan kulit paling luar, noda hitam dapat lebih cepat hilang. Lain halnya kalau sudah menembus lapisan kulit lebih dalam, raibnya bisa dalam hitungan tahun.

Jenis penyakit kulit lain yang biasa menghinggapi pemakai celana ketat adalah biduran atau kaligata. Bentuknya bentol-bentol minip bekas gigitan ulat bulu. Tingkat keparahannya mulai bentol sebesar biji jagung hingga bibir bengkak. Penyakit itu bisa muncul di bagian tubuh mana pun. Berdasarkan pengamatan Kusmarinah, banyak pasien tidak menyadari, biduran dapat juga disebabkan oleh tekanan serta ketatnya pakaian.

Untuk mengusir iritasi dan biduran, sebagian orang menyiasatinya dengan memakai bedak. "Tapi fungsi bedak kan cuma mengeringkan. Jika ternyata bedak tadi tak cukup bagus untuk menyerap keringat, kulit menjadi lebih lembap. Akhirnya, malah dihampiri jamur", jelas Kusmarinah lagi.

Setelah Ketat Terus Longgar

Jadi, bagaimana cara aman agar bisa tetap tampil seksi tanpa kehilangan bodi halus nan mulus? Paling aman, ikuti saja saran Parmer dan Andradi, yakni say goodbye pada pakaian ketat. Baik yang sepinggul, di atas pinggul, apalagi di bawah pinggul.

Kalaupun terpaksa berketat ria, "Jangan terlalu sering dan terlalu lama memakainya", saran Andradi. Menurut perhitungan medis pria setengah baya itu, mengenakan celana ketat, apalagi sebatas pinggul mestinya paling lama dua jam. Setelah itu, segera ganti dengan celana longgar atau baju terusan, agar peredaran darah lancar dan pori-pori kulit dapat leluasa bernapas.

Bukan cuma tingkat keketatan yang harus diperhatikan, bahan yang dipilih pun ikut menentukan tingkat kelembapan. Bahan jin dan kulit, jika diaplikasi mengikuti mode celana sepinggul dan dipakai dalam jangka waktu panjang, jelas gampang mengundang paresthesia. Sebagai gantinya, Barli merekomendasikan celana dari bahan katun, poliester, atau bludru elastis. Tiga jenis kain yang disebut terakhir itu lumayan mengikuti bentuk tubuh, hingga dapat meminimalkan gesekan. Sebagai perancang busana, Barli memang tak mungkin menyarankan kaum muda atau remaja yang tergila-gila dengan dandanan hip style mengubah total gaya hidupnya. Apalagi untuk membumihanguskan gaya yang tengah mendominasi dunia mode itu, rasanya hal yang mustahil. "Tapi kalau memang hip style berpotensi mengganggu kesehatan, sebaiknya celana sepinggul memang tidak dipakai sembarangan. Tampil modis kan enggak harus mengorbankan kesehatan", terang Barli.

Jalan tengah, dia menyarankan penyuka hipster agar pilih-pilih tempat dan waktu saat memamerkan busana yang dipopulerkan para selebriti ini. "Lagi pula, tidak semua aktivitas layak dihadiri dengan memakai celana sebatas pinggul", tambah Barli.

Pada acara dan tempat tertentu, gaya berpakaian yang kerap menampilkan pusar pemakainya ini bisa saja dianggap melecehkan nilai kesopanan. Kalau kebetulan punya calon mertua kolot, pacar tersayang bisa-bisa melayang.

Artinya, tampil seksi memang hak asasi. Namun, kalau ujung-ujungnya mesti ke dokter saraf atau dokter kulit, bahkan kehilangan "gandengan", jadinya gawat juga kan?.

Sumber : Majalah Intisari

No comments: